Gak Ada Satu Ayah pun yang Gak Sayang Anaknya, Tapi Tak Banyak Ayah yang Ikut Mengasuh Anak
AYAH HEBAT!
“Suami saya gak open sama anak, Ustaz.”
“Kenapa ya tiap ada seminar parenting, yang banyakan ikutan adalah ibu-ibu? Emangnya parenting cuma urusan ibu-ibu?”
“Kesel deh sama suami gue. Udah ya Senin sampe Jumat kerja pulang malem, weekend bukannya main sama anak, malah tidur aja atau main games. Emang dia gak ngeh apa anaknya kangen sama dia?”
Dan blablabla.
Berbagai keluhan tentang tiadanya sosok ayah dalam pengasuhan.
Baca juga: Coba Para Suami Gantian Ngurus Anak dan Rumah, Nggak Usah Seharian, Cukup 3 Jam Saja
Di sudut hati saya bersyukur, betapa diberikan rezeki suami yang begitu include dalam urusan domestik.
Urusan pekerjaan rumah tangga, gak usah ditanya bagaimana ia begitu telaten mulai dari mencuci, menyetrika, beberes rumah, sampai memasak. Saya justru yang belajar banyak dari beliau di masa-masa awal pernikahan. Anak kost ketemu anak rumahan ya begini ini. Hehe..
Kemudian ia menjelma ayah yang begitu dekat dengan anak-anak. Gak perlu dihitung hal-hal kecil apalagi besar yang suami lakukan dalam perannya sebagai ayah.
Baca juga: Jangan Sampai Tanpa Terasa Kita Menabung Banyak Luka di Jiwa Anak-Anak Kita..
Ia garda terdepan sebagai ayah ASI ketika anak pertama kami lahir, dengan selalu senang hati memasakkan sarapan lengkap lauk dan sayur setiap pagi demi melihat istrinya mampu memberikan ASI yang cukup untuk anak lelakinya.
Ia bouncer hidup ketiga anak kami karena Cuma dengan ditimang ayahnya lah anak-anak bisa tidur nyenyak setelah kenyang minum ASI. Sila dibayangkan berapa kali saya membajak suami untuk telat ke kantor karena ada bayi yang tak kunjung tidur selepas ng-ASI di pagi hari.
Ia penolong utama ketika sang istri kelelahan di sisa-sisa hari bahkan di akhir pekan dengan memberikan sekian jam untuk saya menebus tidur yang rasanya tak pernah cukup. Ia merelakan dirinya menimang para bayi, bermain dengan para balita, atau menutup pintu kamar dan memberikan instruksi pada anak-anak kami, “main sama Ayah ya, Bunda lagi istirahat dulu.” Padahal ia pun tentu lelah sepanjang minggu bekerja.
Baca juga: Elly Risman, Pakar Parenting: Jangan ABAIKAN Perasaan Anakmu..
Ia partner terbaik dalam diskusi ketika pertama kalinya kami memutuskan untuk memasukkan anak pertama kali ke sekolah TK. Ia juga lah yang paling bawel mengobservasi dan mengevaluasi ini-itu dari sekolah anak-anak.
Ia yang sedikit demi sedikit mengembangkan skill anak-anak dalam mengerjakan pekerjaan domestik dengan membiarkan mereka ikut memasak, mencuci, dan merapikan rumah sementara saya justru pusing sendiri dengan dampak keikutsertaan mereka dalam urusan domestik tersebut. Ah, cemennya.
* * *
Gak ada satu ayah pun yang gak sayang sama anaknya. Gak ada. Tapi memang kesadaran parenting belum serta-merta terbangun di diri setiap ayah.
Itu kalimat yang paling jelas terpatri dalam ingatan saya dalam kajian siang itu.
Maka hal pertama yang hendaknya dilakukan para ibu, sebagai istri bagi para ayah tersebut, adalah membangun awareness akan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan dengan menyatakan dengan jelas bahwa SETIAP AYAH ITU HEBAT.
Meyakinkan para ayah bahwa mereka memiliki peran penting dan dibutuhkan. Serta menaruh kepercayaan bahwa mereka bisa, mereka tidak kalah piawai dibanding para ibu untuk urusan mengasuh anak.
Bangun awareness dulu, baru coaching.
Baca juga: Tips Manajemen KEWARASAN Bagi Ibu Rumah Tangga. PENTING Untuk Dibaca!
Ciptakan hubungan emosional yang baik antara ayah dan anak, baru kemudian mengajak ayah ikut serta dalam pengasuhan.
Sebab membangun hubungan emosional ayah-anak bukan hal mudah. Di satu sisi, kita dibesarkan dalam perspektif umum bahwa ayah adalah tulang punggung keluarga yang kemudian menempatkan mereka menjadi sebatas pencari uang saja dalam rumah tangga. Belum lagi image yang seolah-olah dibangun bahwa ayah haruslah sosok yang tegas, disegani, sehingga anak-anak sungkan untuk menceritakan segala isi hati.
Di sisi lain, sebagai istri dan partnernya dalam pengasuhan, kita harus sadar betul bahwa suami juga pasti membawa ruang kosong pengasuhan dari masa lalu, dari masa kecilnya, dari keluarga, seperti kita juga membawa ruang kosong pengasuhan dari masa lalu, masa kecil, dan keluarga kita. Saling melengkapi lah.
Jadilah partner dalam pengasuhan, bukan hubungan atasan-bawahan.
*sedikit catatan dari Kajian ForUS: Ayah Ada, Ayah Tiada
https://bolabekel235.wordpress.com/2017/05/08/ayah-hebat/
Komentar
Posting Komentar