Cara Ini Bisa Mengatasi Anak yang Tidak Bisa Diam, Sekaligus Bisa Membuatnya Lebih Cerdas
Cara Ini Bisa Mengatasi Anak yang Tidak Bisa Diam, Sekaligus Bisa Membuatnya Lebih Cerdas
Anak tak bisa diam? Tentu hal ini hampir dialami oleh para Ibu yang punya anak batita. Rasa ingin tahu yang besar serta kemampuan berjalan, memanjat, dan berlari yang baru dimiliki membuatnya tidak bisa diam. Tenang saja Bu, yang diperlukan adalah cara mengasuh yang tepat.
Banyak orang yang menganggap bahwa anak yang tidak bisa diam adalah anak yang nakal dan sulit diatur. Padahal, tinggal bagaimana kita sebagai orangtua dapat mengasuhnya. Jadi, apa yang perlu orangtua lakukan?
“Orangtua perlu ada bersama dengan anak, membuat komunikasi terbuka dan berdiskusi mengenai apa yang akan dilakukan. Misalnya berdiskusi jam berapa anak boleh main dan kapan anak harus makan dan tidur,” ujar Marry Sheedy Kurcinka, pakar parenting sekaligus penulis buku Raising Your Spirited Child and Kids, Parents, and Power Struggles: Winning for a Lifetime.
Baca juga: Sebelum TERLANJUR! Ini 7 Tanda Orang Tua Salah Mendidik Anak. Baca & Sebarkan!
Berdiskusi dengan anak juga membantunya untuk berpikir kritis dan memahami sebab-akibat. Ibu juga harus tetap dekat dengan mereka untuk menjelaskan dan membuat anak paham mengenai apa yang harus mereka lakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Ibu juga bisa melatih kecerdasan emosi pada anak yang susah dikendalikan. William Coleman, MD dari University of North Carolina Medical School mengungkapkan anak batita masih mengalami kesulitan dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan sehingga sering memukul atau bahkan malah menangis.
“Anak usia batita sedang membangun kosakata dan belajar mengikuti instruksi sederhana. Kedekatan dan contoh yang baik bisa menjadi cara untuk membantu anak memahami aturan dan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan,” ujarnya.
Tentu saja Ibu dan Ayah perlu berkomunikasi dengan cara yang tepat kepada anak agar ia paham dan meniru cara berkomunikasi yang tepat.
Jika ungkapan perasaan anak bisa dikomunikasikan secara verbal melalui kata-kata, maka sedikit demi sedikit perilaku tidak bisa diamnya bisa dikendalikan. Anak juga akan lebih jarang menangis dan mengamuk.
Baca juga: MASYA ALLAH! Sesungguhnya Seorang Ibu Itu Punya Ladang Pahalanya Sendiri..
Kreativitas para orangtua sangat diperlukan dalam mengasuh anak yang tidak bisa diam. Karena setiap anak biasanya senang melakukan aktivitas di luar rumah, manfaatkan momen ini untuk bermain dan belajar apa saja. Belajar mengenai keberadaan hewan-hewan dan tanaman di pekarangan rumah atau belajar berhitung sederhana.
Kegiatan bermain yang terarah akan membuat si kecil yang tidak bisa diam lambat laun belajar mengendalikan diri. Kecerdasan emosi ini dan juga kecerdasan-kecerdasan lainnya akan berkembang pesat pada anak jika Ibu dan Ayah mengasuh dan berkomunikasi dengannya secara tepat.
Pentingnya Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak
Anak-anak memang selalu penuh dengan kejutan. Mereka bisa berlarian dengan rasa gembira, kemudian mengamuk layaknya banteng, lalu menangis frustasi sambil berguling-guling dengan mainannya di lantai. Anda sebagai orangtua pasti merasa sulit untuk menghadapi tingkah laku Si Kecil tersebut.
Para ahli percaya mengajarkan anak mengelola rasa emosinya serta mampu menenangkan dirinya sendiri adalah cara terbaik yang perlu dilakukan sejak dini, ketika ia sedang mengalami masa pertumbuhan emosi. Karena itulah keluarga berperan besar untuk mengajarkan pelajaran hidup ini.
Dalam buku Emotionally Intelligence Child, psikolog John Gottman menjelaskan saat Anda mengajarkan Si Kecil untuk mengerti dan menangani emosi, seperti rasa marah, frustasi, atau bingung, Anda mengembangkan emotional intelligence quotient (EQ).
Baca juga: Romantis itu… Ketika suami tiba di rumah, istri menyambutnya dgn wajah cerah dan bibir merekah.
Menurutnya, anak dengan EQ yang tinggi mampu mengatasi perasaannya, menenangkan dirinya, memahami dan berhubungan dengan orang lain dengan lebih baik, serta dapat membentuk persahabatan yang lebih kuat dibandingkan dengan anak yang memiliki EQ lebih rendah.
Sedangkan sebagian ahli yang lain juga menyebutkan EQ berperan untuk membantu anak menjadi sosok yang percaya diri, bertanggung jawab, dan sukses di masa depan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain.
Bagaimana cara Si Kecil memiliki EQ yang tinggi? Dilansir melalui Babycenter, Gottman mengajarkan beberapa taktik yang ia sebut dengan “emotion coaching”, yaitu beberapa langkah untuk mengajari Si Kecil menganalisis berbagai jenis perasaan dan mengatasi konflik yang ada.
Mendengarkan dengan empati
Selalu perhatikan Si Kecil saat ia sedang mengungkapkan perasaannya, lalu tunjukkan empati Anda kepadanya. Misalnya, jika perilakunya sedikit berubah saat adiknya lahir, Anda bisa menanyakan kepada Si Kecil apakah ia merasa tersisih karena kehadiran Sang Adik. Jika jawabannya iya, Anda dapat mengatakan, “Mama memang sedikit sibuk dengan adik bayi.” Setelah itu jelaskan kalau Anda juga pernah merasakan hal yang sama untuk menunjukkan Anda sangat mengerti perasaannya. Dengan melakukan hal tersebut, Anda mengajarkan kepadanya kalau semua orang juga pernah merasakan perasaan yang dialaminya yang nantinya akan menghilang seiring waktu.
Bantu Si Kecil menamai perasaannya
Keterbatasan kosa kata dan pemahaman yang belum sempurna mengenai sebab serta dampak dari sebuah kejadian membuat Si Kecil kerap kali kesulitan untuk mendeskripsikan apa yang ia rasakan. Karenanya, Anda bisa membantu Si Kecil menamai setiap emosi yang dirasakannya.
Bila ia terlihat kecewa karena tidak diperbolehkan bermain di taman, Anda dapat mengatakan, “Kamu sedih ya, Sayang?” Anda juga bisa menjelaskan kepadanya jika ia merasakan konflik batin itu adalah hal yang wajar, contohnya perasaan senang sekaligus takut saat kunjungan pertamanya ke daycare.
Baca juga: Teh Patra: Betapa REMPONGNYA Mengurus Bayi & Balita. Baca Ini Dulu..
Tidak mempermasalahkan emosi Si Kecil
Menyalahkan emosi yang ditunjukkan Si Kecil hanya akan membuat takut dan seolah menyuruhnya untuk tidak menunjukkan emosi itu lagi. Jadi, daripada Anda mengatakan, “Jangan marah!” saat ia merasa frustasi dan tantrum karena tidak dapat menyelesaikan puzzle yang dimainkannya, akan lebih baik jika Anda memahami perasaannya. Anda dapat mengatakan, “Kesal ya Nak puzzle ini sulit sekali diselesaikan? Ayo, pelan-pelan coba mainnya.”
Ubah tantrum menjadi media pembelajaran
Jika anak Anda marah saat mendengar ia harus pergi ke dokter gigi, ajak ia ikut andil menyiapkan segala sesuatunya sebelum pergi ke sana. Bicarakan kepada Si Kecil mengapa ia takut, apa yang ia inginkan saat Anda dan dirinya berada di dokter gigi, serta mengapa ia harus pergi.
Anda pun bisa memberitahunya kalau Anda juga ketakutan saat pertama kali menemui bos dan seorang teman menghilangkan perasaan itu. Dengan berbicara melalui emosi yang dirasakan akan lebih mengena pada anak-anak maupun orang dewasa.
Gunakan konflik untuk mengajarkan cara menyelesaikan masalah
Saat Si Kecil sedang bermasalah dengan diri Anda atau anak-anak lain, berikan batasan padanya lalu bimbing ia mencari solusi dari masalah tersebut. Sebagai contoh, Anda bisa mengatakan, “Mama tahu kamu marah pada Adik karena sudah menghancurkan balok-balok yang sudah kamu susun, tapi kamu tidak boleh memukul Adik. Apa lagi yang bisa kamu lakukan kalau kamu merasa marah?” Jika ia tidak memiliki ide, Anda dapat memberi beberapa opsi. Spesialis pengelola rasa marah.
Lynne Namka, menganjurkan untuk meminta anak Anda mengecek bagian perut, rahang, dan tangannya untuk melihat apakah semua organ tubuh tersebut menegang. Setelah itu minta ia mengatur napas supaya menjadi lebih tenang. Namka pun menjelaskan Anda bisa mengajarinya untuk berbicara lebih tegas saat ia sedang marah. Anak-anak harus tahu mereka boleh saja merasa marah, selama tidak menyakiti orang lain.
Baca juga: PERHATIKAN! Anak Laki-Laki Boleh Main Boneka Tidak Sih? Kalau Anak Perempuan Lebih Suka Mobil-Mobilan, Ada Masalah Tidak ya?
Berikan contoh untuk tetap tenang
Periksa kembali reaksi Anda saat menghadapi emosi Si Kecil. Sangat penting bagi Anda untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar selama Anda marah. Sebaiknya katakan, “Mama marah kalau kamu melakukan itu!” daripada, “Kamu membuat mama marah,” supaya ia mengerti kalau Anda bermasalah pada perilakunya, bukan pada dirinya. Hati-hati mengkritik berlebihan kepada Anak, sebab itu akan berpengaruh pada kepercayaan dirinya. Yang pasti Anda perlu mengenali perasaan Anda sendiri dahulu.
Beberapa orangtua menghindari emosi negatif yang ada di dalam diri sendiri dan berharap anak-anak mengerti perasaan mereka. Itu hanya akan membingungkan anak-anak. Jadi tunjukkan rasa marah atau tidak suka Anda dan bagaimana cara meredakan emosi tersebut secara tenang kepada Si Kecil.
Sumber: tabloidnakita dan mother&baby
Komentar
Posting Komentar