Wahai, Ayah Bunda.. Jangan Suka Marah-Marah, Buatlah Anak Nyaman dan Senang di Rumah



Wahai, Ayah Bunda.. Jangan Suka Marah-Marah, Buatlah Anak Nyaman dan Senang di Rumah


Pernahkah bunda mendengar cerita tentang seorang anak yang kabur dari rumah? Mungkin cerita demikian ada di sekitar lingkungan bunda. Biasanya dilakukan oleh remaja yang merasa tidak betah di rumah. Sebab rumah dirasa sudah tidak lagi memberikan kenyamanan baginya.

Hal demikian tengah menjadi kegelisahan saya saat ini. Meski anak masih balita, tetapi masa remaja anak beberapa tahun ke depan sudah saya bayangkan. Bagaimana jika anak yang sudah saya besarkan sepenuh hati meninggalkan rumah sewaktu-waktu tanpa saya ketahui sama sekali kemana arah pergi dan sebabnya. 

Saya kok jadi ngerasa ngeri dan takut akan hal itu. Hiii… 

Baca juga : Masya Allah... Siapa Bilang Jadi Ibu Itu Mudah? Hamil Susah Payah, Lalu..

Seorang remaja anak tetangga saya pernah melarikan diri dari rumah. Pagi hari saat sang ibu mengetuk pintu kamarnya hendak mengajaknya sarapan, si remaja sudah menghilang tanpa jejak. Ibunya tak mengetahui sama sekali kemana anak itu pergi sebab anak tak meninggalkan jejak. ibunya panik. Ayah remaja itu ikutan panik.

Akhirnya mereka menghubungi saya dan meminta bantuan. Saya terkejut dengan kejadian itu. Bagaimana bisa remaja yang saya kenal pendiam dan kalem itu menghilang secara tiba-tiba tanpa memberitahukan apapun pada orang tuanya.

Pencarian dimulai dari menghubungi teman-temannya dan pihak sekolah. Di sekolah ia membolos. Tidak ada satu pun teman sekolah yang mengetahui kemana perginya remaja itu.

Setelah mencari kesana kemari selama seharian ibunya menyerah. Ia duduk lemas di rumah sambil menangis terisak. Saya menghiburnya sebisa mungkin agar kesedihannya mareda. Meyakinkan si ibu bahwa anaknya akan segera kembali malam harinya. Dia bisa menjaga diri dan semuanya baik-baik saja, kata saya padanya.

Sampai malam hari belum ada kabar baik yang datang. Ayah remaja itu sudah berpikir apakah dirinya harus melapor pada kepolisian untuk membantu mencari si remaja.

Keputusan diambil. Ayahnya pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian kaburnya si anak. Polisi tidak langsung memberi respon sebab si remaja kabur belum sampai 24 jam. Kepolisian menyarankan agar bapak itu kembali ke rumah dan menunggu, siapa tahu anaknya hanya bermain dan akan segera kembali.

Baca juga: Ayah, Bunda.. Inilah Cara Paling Ampuh Untuk Menghadapi Anak yang Sulit Diatur

Akhirnya si ayah menyerah dan kembali ke rumah, menunggu sampai esok pagi. Tetapi masih saja, belum ada kabar baik yang datang. Mereka berdua begadang semalaman. Saya ikut menemani dan menenangkan si ibu.

Sulit juga memiliki anak remaja, pikir saya. Masa pubertas yang tidak stabil bisa membuat anak melakukan perbuatan nekat dan tidak terduga. Bagaimana jika hal ini terjadi pada anak saya kelak? Apakah anak saya akan tega melakukan tindakan yang membuat orang tuanya khawatir hingga tak bisa tidur semalam suntuk? Saya membayangkan kengerian di masa besar anak nanti. Sebab kejadian seperti ini dapat menimpa semua orang, tak terkecuali saya sendiri.

Usut punya usut, malam sebelum si remaja kabur, orang tuanya marah besar padanya. Penyebabnya kecil, sebenarnya. Ia lupa mematikan kran air di kamar mandi sehingga bak air meluap dan banyak air terbuang. Hanya saja, kondisi ibu remaja itu tengah capek. Wajar saja jika emosinya tersulut. Anak jadi korban pelampiasan emosi. Begitu cerita sang ibu di malam saya menemaninya. Dan mungkin sebab itulah, si anak memilih kabur tidak betah dengan suasana rumah.

Keesokan harinya masih tak ada kabar. Sampai di hari ketiga seorang wali murid tempat remaja itu bersekolah menelpon. Katanya remaja itu sedang berada di rumahnya. Pagi buta ia mengetok pintu dengan wajah kumal terlihat lesu dan lapar.

Ternyata dua hari sebelumnya ia berjalan tanpa arah. Tidur di emperan dan makan sangat sedikit.

Baca juga: RENUNGAN; Menikah Adalah Seni Mengalah. Bacalah Agar Rumah Tangga Bahagia..

Kami langsung bertolak menuju rumah penelpon itu. menempuh jarak yang tak terlalu jauh sekira 30 menit. Di dalam mobil, saya berpesan pada ibunya agar tak perlu marah pada anak. Ia mengangguk mengiyakan.

Dan begitulah. Selanjutnya remaja itu dibawa pulang ke rumah. Orang tuanya tak banyak bicara menjaga kondisi agar tak memanas kembali. Justru sayalah yang mengajaknya bicara terlabih dahulu.

Remaja itu mengaku kalau dirinya sudah tak betah di rumah. Merasa seakan setiap perbuatannya selalu salah. Dimarahi orang tua setiap hari hingga dirinya tak betah lagi di rumah. Kalimat “Home Sweet Home” sepertinya tak berlaku baginya. Anak itu merasa tidak dihargai. Ia muak untuk selalu tinggal di rumah.

Saya hanya menghela nafas mendengar pengakuannya. Merasa kasihan pada remaja seusianya yang merasa frustasi dengan kondisi rumah. Entah siapa yang paling benar di antara orang tua atau anak. Saya rasa itu tidaklah penting dan bukan hak saya untuk mengadili.

Saya hanya menebak adanya komunikasi yang tidak baik di antara orang tua adan anak di urmah itu. Jurang pemisah yang membuat keinginan anak terabaikan. Tiadak jembatan penyambung keharmonisa di antara keduanya.

Baca juga: ASTAGHFIRULLAH! Inilah Dampak Mengerikan Ibu yang Suka Marah-Marah Pada Anak

Masa remaja memang masa yang sulit. Tidak semua orang tua mengerti kemauan sang anak di usia seperti itu. sebab ia tengah berjalan meninggalkan masa kanak-kanak. Tapi ia juga belum dewasa sepenuhnya. Hmm, nampaknya orang tua anak itu perlu belajar lebih banyak tentang masa remaja dan cara-cara menghadapinya.

Memanglah seorang remaja tak dapat ditahan untuk tinggal di rumah terus menerus. Ia butuh waktu di luar untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Mengurung remaj di dalam rumah terus menerus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tentu bukan hal yang baik. Tetapi ia masih membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal. Sudah seharusnya ia belajr bertanggung jawab atas beberapa urusan dalam rumah.

Komunikasi yang baik amat dibutuhkan agar terjalin keharmonisan dan saling pengertian. Komunikasi akan jadi jembatan yang membuat masa pubertas bisa dimengerti orang tua.

Setelah si remaja kembali saya pulang ke rumah. Memandangi si kecil yang tengah bermain boneka di ruang keluarga. Saat ini gadis cilik itu masih begitu lucu dan manja pada orang tuanya. Saya menyayanginya melebihi apapun. Ia juga sangat menyayangi kedua orang tuanya.

Baca juga: Wahai, Ayah.. Janganlah Memukul Anakmu Dengan Penuh Kemarahan. Akibatnya...

Apa hal itu akan terus berlanjut sampai ia dewasa kelak? entahlah. Tetapi setiap orang tua pasti mengharapkan keharmonisan abadi dalam keluarga kecilnya. Saya pun demikian. Menginginkan gadis kecil itu tumbuh dewasa dan tetap sayang pada orang tuanya sebagaimana saat ini ia menyayangi ayah ibunya.

Gadis kecil saya meminta ikut bermain bersama. Saya iyakan dan ikut bermain. Menyelami dunia imajinasinya yang begitu jauh sejauh harapan saya padanya. Berharap waktu bermain ini abadi. Meski itu tidak mungkin, tentu saja.

Baca juga: TERNYATA.. Baik Buruknya Istri Itu Tergantung Dari Suami..


Namun saya akan tetap menjaganya dan belajar mengerti setiap keinginan si putri kecil sampai dewasa nanti. Agar ia tetap betah berada di dalam rumah. Agar ia tetap merasa nyaman berbicara dengan ibu dan ayahnya sampai dewasa kelak. Semoga saja angan saya itu jadi nyata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASTAGHFIRULLAH! Inilah Dampak Mengerikan Ibu yang Suka Marah-Marah Pada Anak

Suami yang Mencuci Baju Sendiri Bukan Karena Ingin, Tapi..

RENUNGAN; Menikah Adalah Seni Mengalah. Bacalah Agar Rumah Tangga Bahagia..